Tata-Cara Mengucapkan Shalawat Dan Salam Kepada Nabi Serta
Hukum Menambahi Kata Sayyidina
بِسْــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ
اارَّحِيم
1. Pengertian Shalawat dan Salam
Shalawat adalah
bentuk jamak dari kata salla atau shalat yang
berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.
Arti bershalawat dapat dilihat
dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah Swt. berarti
memberi rahmat kepada
makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memohonkan ampunan.
Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah
Swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw. dan
keluarganya.
Shalawat juga berarti doa, baik
untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat
sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah Swt.,
serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad
Saw., bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar,
baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya .” (al-Ahzab : 56)
Sedang salam artinyakeselamatan dari cela atau cacat. Jadi,
mengucapkan salam untuk Nabi artinya berdoa untuk keselamatan beliau dari
hal-hal yang tercela.
Syaikh Muhammad Nawawi ibn Umar al-Jawi dalam Kasyifat
al-Saja mengatakan bahwa shalawat dari Allah adalah rahmat yang
disertai penghargaan kepada Nabi. Sedang salam adalah penghormatan Allah kepada
Nabi.
2. Hukum Mengucapkan Shalawat Nabi
·
Segolongan ulama, diantaranya Thahawi dan Halimi memandang wajib
mengucapkan
shalawat dan salam setiap disebut nama Nabi. Mereka
mengambil alasan kepada hadits yang
diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a. oleh Turmudzi yang menyatakannya hasan, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Merasa keberaratan seorang laki-laki, hingga ia tak hendak
mengucapkan shalawat bagiku ketika disebut namaku! Dan merasa keberatan pula
seorang laki-laki yang menemui bulan Ramadhan, hingga bulan itu berlalu sedang
dosa-dosanya belum sempat diampuni. Dan adalah karena kesalahan sendiri pula
bila kedua ibu bapak seseorang berada yang telah lanjut usianya berada dalam
rawatannya, tetapi tidak berhasil memasukkannya ke dalam sorga!"
Juga berdasarkan hadits dari Abu Dzar r.a.,
bahwa Nabi saw. bersabda: الْبَخِيلُ
مَنْ
ذُكِرْتُ
عِنْدَهُ
فَلَمْ
يُصَلِّ
عَلَيَّ “Orang bakhilialah
mereka yang apabila disebut nama-Ku mereka tidak bershalawat.” (HR At
Tirmidzi, shahih).
·
Golongan yang berpendapat bahwa mengucapkan shalawat Nabi dalam
suatu majelis itu hanya wajib satu kali saja, selebihnya tidak diwajibkan, hanya
jatuh sebagai sunat, berdasarkan hadits Abu
Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Setiap
kaum yang menghadiri sesuatu majlis dan tidak disebut di sana mana Allah dan
tidak diucapkan shalawat Nabi, pastilah akan ditemani pada mereka kekurangan di
hari kiamat! Jika Allah menghendaki maka mereka akan disiksa-Nya, dan jika
tidak, maka akan diampuni-Nya!" (Riwayat Turmudzi yang
menyatakannya sebagai hadits hasan).
3. Redaksi Kata-Kata Shalawat Dan Salam
عَنْ
أَبِي
مَسْعُودٍ
الْأَنْصَارِيِّ
قَالَ
أَتَانَا
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
وَنَحْنُ فِي
مَجْلِسِ
سَعْدِ بْنِ
عُبَادَةَ
فَقَالَ لَهُ
بَشِيرُ بْنُ
سَعْدٍ أَمَرَنَا
اللَّهُ
تَعَالَى
أَنَّ
نُصَلِّيَ
عَلَيْكَ يَا
رَسُولَ
اللَّهِ
فَكَيْفَ نُصَلِّي
عَلَيْكَ
قَالَ
فَسَكَتَ
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
حَتَّى تَمَنَّيْنَا
أَنَّهُ لَمْ
يَسْأَلْهُ
ثُمَّ قَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
قُولُوا اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ
وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ
فِي
الْعَالَمِينَ
إِنَّكَ
حَمِيدٌ
مَجِيدٌ وَالسَّلَامُ
كَمَا قَدْ
عَلِمْتُمْ
311. Dari Abu Mas'ud Al Anshari
RA, dia berkata. "Rasulullah SAW datang kepada kami ketika
kami di majelis Sa'ad bin Ubadah. Kemudian beliau ditanya oleh Basyir dan
Sa'ad, "Allah SWT memerintah kepada kami untuk
membaca shalawat kepada engkau {di dalam tahiyyat} wahai Rasulullah!
lalu bagaimana cara kami membaca shalawat kepada engkau?'"
Kata Abu Mas'ud, "Maka Rasulullah SAW diam,
sehingga kami menyesali pertanyaan tadi. Lalu Rasulullah SAW bersabda,
'Ucapkanlah; Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali
Muhammad, kamaa shallaita 'alaa Ibrahiim, wa baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa
aali Muhammad kamaa baarakta 'alaa Ibraahim fil 'aalamiina innaka
hamiidum-majiid" {Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana rahmat yang telah Engkau berikan
kepada keluarga Ibrahiim. Berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan
keluarganya, sebagaimana Engkau berikan keberkahan kepada keluarga Ibrahim, di
alam semesta sungguh Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia}. Sedangkan ucapan
salam {di dalam tahiiyyat} adalah sebagaimana yang telah kalian
ketahui." {Muslim2/16}.
4. Hukum Penambahan Kata
"Sayyidina" Di Depan Nama Nabi
Kata ”Sayyidina”
berasal dari bahasa Arab, merupakan gabungan kata ”Sayyid” (penghulu)
dan ”na” dari ”nahnu” berupa kepemilikan (kami/ kita). Bila ada
orang yang diberi predikat ”Penghulu”, maka orang tersebut adalah dimuliakan
dalam suatu kelompok manusia dan orang yang dijadikan ikutan dan pemimpin dalam
segala urusan.
Nabi
Muhammad SAW yang diberi sanjungan dengan lafaz ”Sayyidina”
berkonotasi pada martabat dan kedudukan dari ”Penghulu” bagi orang
mengucapkannya. Lafaz ”sayyidina” itu merupakan maksud bahwa Nabi Muhammad
adalah orang yang kita muliakan, yang kita hormati, yang kita junjung tinggi,
dan yang kita jadikan pimpinan dan ikutan lahir bathin, dunia akhirat.
Hakekat dari lafaz ”Sayyidina”
pada ungkapan “sayyidina Muhammad”, baik ditambah pada shalawat ataupun saat
menyebut namanya adalah bukti dari kita memuliakan beliau sebaik-baiknya dan
mengangkat derajat beliau setinggi-tingginya, sesuai dengan kedudukan beliau
yang sebenarnya.
Persoalan pengucapan kata
"Sayyidina" di depan nama Nabi
Muhammad SAW terdapat perbedaan ulama dalam prakteknya:
Golongan Yang Membolehkan. Kata “sayyidina” sebelum nama
Nabi Muhammad SAW dalam shalawat adalah afdhal, yakni
lebih baik karena itu berarti memuliakan dan menghormati Nabi SAW.
Menambahkan “sayyidina” itu dalam shalawat, merupakan suatu perbuatan yang
bernilai melaksanakan perintah Nabi dan pula telah mengucapkan yang benar,
yaitu berbicara secara sopan dan beradab. Menambahkan “sayyidina” dan
“maulana”, dan lain-lain perkataan yang menyatakan menghormati, memuliakan
serta membesarkan Nabi dalam mengucapkan shalawat untuk penghulu kita Nabi
Muhammad Saw. Mengucapkan lebih baik dari pada meninggalkan. Ungkapan seperti
ini banyak terdapat dalam mazhab Syafi`i. Bersandar
pada pemahaman dalil-dalil yang bersifat umum,
diantaranya dalam surat Al- A’raf: 157 yang artinya: ”Maka
mereka yang beriman pada Nabi, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti Qur’an
yang diturunkan kepadanya, mereka itulah yang beruntung mendapat kemenangan”. (Surat Al-A`raf
: 157).
Golongan Yang Melarang. Kata ”Sayyidina” sebelum nama
Nabi Muhammad saw. dalam segala hal, baik shalawat atau tidak,
adalah dilarang dan termasuk dalam perbuatanbid`ah,
sebab Nabi Muhammad saw. melarang memanggilnya dengan kata
”sayyid”. Pendapat yang membid`ahkannya berdalil pada tidak adanya
anjuran Rasulullah saw. dan hadits yang menyatakan setiap perbuatan
yang belum ada contoh dari Nabi SAW adalah bid`ah dan setiap bid`ah
adalah sesat. Serta redaksi hadits-hadits tentang shalawat secara letter
lux (harfiah) tidak ada memuat kata sayyidina. Misalnya
pada contoh-contoh hadits berikut :
No. Hadist: 5880. حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ لَقِيَنِي كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ أَلَا أُهْدِي لَكَ هَدِيَّةً إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَيْنَا فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ فَقُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ Telah
menceritakan kepada kami Adam telah
menceritakan kepada kami Syu'bah telah
menceritakan kepada kami Al Hakam dia
berkata; saya mendengar Abdurrahman bin Abu Laila dia berkata; Ka'b bin 'Ujrah
pernah menemuiku, lalu dia berkata; "Maukah
kamu aku beri petunjuk? Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alahi wasallam pernah
keluar menemui kami, lalu kami bertanya; "Wahai Rasulullah, kami telah
mengetahui salam kepadamu, lalu bagaimanakah caranya bershalawat kepadamu?
Beliau menjawab: "Ucapkanlah; ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA
'ALAA AALII IBRAAHIM INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA
AALI MUHAMMAD KAMAA BAARAKTA 'ALAA 'AALI IBRAHIIMA INNAKA HAMIIDUM MAJIID (Ya
Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah barakah
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah
kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia)." (H.R. Bukhari).
·
No. Hadist: 5881. حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَازِمٍ وَالدَّرَاوَرْدِيُّ عَنْ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا السَّلَامُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hamzah telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazim dan Ad Darawardi dari Yazid
dari Abdullah bin Khabbab dari Abu
Sa'id Al Khudri dia berkata; kami bertanya; "Wahai
Rasulullah, kami telah mengetahui salam kepadamu, lalu bagaimanakah kami
bershalawat?" beliau menjawab: "Ucapkanlah; ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD 'ABDIKA WARASUULIKA
KAMAA SHALLAITA 'ALAA IBRAAHIM WA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD
KAMAA BAARAKTA 'ALAA IBRAHIIM WA 'ALAA AALI IBRAHIIMA (Ya
Allah berilah shalawat kepada Muhammad hamba dan utusan-Mu
sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim, dan
berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi
barakah kepada Ibrahim, dan keluarga Ibrahim)." (H.R. Bukhari).
·
No. Hadist: 5882. حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ ابْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ كَانَ إِذَا أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَدَقَتِهِ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ فَأَتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan
kepada kamiSyu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Ibnu
Abu Aufa dia berkata; "Apabila seseorang menyerahkan
sedekahnya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau
mengucapkan: "ALLAHUMMA SHALLI 'ALAAIHI (Ya
Allah, berikanlah kesejahteraan kepadanya)." Tidak
lama kemudian, ayahku menyerahkan sedekah kepada beliau, lalu beliau
bersabda: "ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA AALI ABI
AUFA (Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada keluarga Abu Aufa)."(H.R.Bukhari).
·
Dll. Wallahu a'lam.
Sunat Menuliskan Shalawat Nabi
Setiap Tercantum Namanya
Para ulama memandang sunat mengiringi dengan shalawat dan salam
bagi Nabi, setiap namanya dituliskan. Hanya mengenai ini, tidak satupun
diterima hadits yang dapat diambil sebagai alasan. Dan tersebutlah cerita
dari Khatib al bagdadi, katanya: 'Saya
lihat banyak tulisan tangan dari almarhum Imam Ahmad menuliskan Nabi saw. tanpa
mencantumkan shalawat dan salam secara tertulis. Tetapi saya mendapat berita bahwa ia
menucapkannya secara lisan."
5. Menggabungkan Ucapan
Shalawat Dengan Salam
Berkata Nawawi: "Jika
seseorang mengucapkan shalawat atas Nabi saw. hendaklah digabungkannya shalawat
itu dengan salam. jadi jangan separoh-separoh. misalnya dengan hanya
mengucapkan ' shallallahu 'alaihi' atau ' alaihis
salam' saja!"
6. Mengucapkan Shalawat Bagi
para Nabi
Disunatkan mengucapkan shalawat
bagi para Nabi dan para Malaikat secara terpisah atau tersendiri. Adapun lain
dari nabi-nabi, maka menurut kesepakatan ulama, boleh pula mengucapkan shalawat
atas mereka jika membonceng kepada para Nabi itu.
Telah disebutkan dalam hadits
terdahulu, hadits Nabi saw: "Ya Allah, berilah shalwat
kepada Muhammad yang menjadi Nabi itu, begitupun kepada para isterinya ibu-ibu
kaum Mukminin ... dan seterusnya."
Dan jika diucapkan secara
terpisah, maka hukumnya makruh. Jadi jangan sebut, misalnya: "Umar
shallallahu 'alaihi wa sallam."
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ
ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ
ﺃَﺷْﻬَﺪُ
ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ
ﺇِﻻَّ
ﺃَﻧْﺖَ
ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ
ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ
ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat
kepada-Mu.”
Semoga bermanfaat.
Sumber: Fikih Sunnah 4. Sayyid
Saabiq, telah diedit.